rodaduakita.xyz – Para pembalap MotoGP kini harus lebih cermat dalam menjaga tekanan ban agar tak terkena penalti. Aturan tekanan ban yang sudah diterapkan sejak musim lalu kini semakin ketat. Fabio di Giannantonio, rider muda asal Italia, membeberkan strategi yang digunakan Ducati untuk membantu pembalapnya mematuhi regulasi tersebut.
Musim lalu, pelanggaran pertama berakibat pada peringatan, namun untuk musim 2024, pelanggaran pertama langsung diganjar penalti berupa pengurangan waktu 8 detik untuk Sprint Race dan 16 detik untuk Grand Prix. Aturan ini dianggap terlalu berat oleh para pembalap, salah satunya Marc Marquez.
“Jika terkena penalti, perolehan poin hilang karena penalti tersebut cukup berat. Bagi saya, terlalu berat,” keluh Marquez. “Namun, aturan ini berlaku untuk semua pembalap, jadi kami harus bisa mengatur strategi.”
Menanggapi permintaan rider, batas minimum tekanan ban depan diturunkan dari 1,88 menjadi 1,80 bar. Namun konsekuensinya, persentase lap balapan Grand Prix yang harus dipenuhi para pembalap dinaikkan dari 50% menjadi 60%. Untuk Sprint Race atau Grand Prix yang diwarnai restart (jarak lebih pendek), batasannya tetap 30%.
Di Giannantonio menjadi sorotan terkait aturan tekanan ban musim lalu karena kehilangan podium di Valencia akibat terkena penalti untuk kedua kalinya. Musim ini, ia hijrah dari tim Gresini menuju VR46.
Menurut Di Giannantonio, Ducati memberikan informasi berupa hitungan mundur lap yang telah dilewati pembalap melebihi batas minimum tekanan ban. Sistem serupa kemungkinan besar juga digunakan oleh pabrikan lain.
“Sederhana saja,” ujar Di Giannantonio. “Kami memiliki hitungan mundur lap, berapa banyak lap yang harus kami lalui sesuai regulasi. Jadi, setelah menyelesaikan satu lap, jika tekanan ban sesuai regulasi, hitungan mundur berkurang satu. Hitungan mundur ini terus berjalan dan ketika target terpenuhi, pembalap bisa bebas bertarung [menyalip] untuk memimpin.”
Artinya, pada paruh awal balapan, para pembalap mungkin akan memilih untuk tetap berada di dalam grup dan menghindari pertarungan untuk posisi terdepan demi menjaga tekanan ban depan agar tetap rendah hingga hitungan mundur mencapai nol. Setelah itu, barulah mereka akan menyerang untuk memperebutkan kemenangan.
Sebaliknya, pembalap yang memimpin sejak awal balapan mungkin terpaksa harus mundur ke rombongan jika mereka kesulitan menjaga tekanan ban minimum.
“Mungkin akan ada situasi yang aneh di beberapa balapan,” ujar Di Giannantonio. “Pasalnya, pada beberapa balapan musim lalu, kami kesulitan untuk menjaga tekanan ban agar stabil. Bisa jadi akan ada strategi ‘permainan’ antar pembalap untuk memenuhi regulasi. Mungkin balapan tidak akan seperti biasanya di mana hanya ada satu pembalap yang memimpin dari awal hingga akhir.”
“Situasi ini memang aneh, namun bagaimanapun juga kita harus mengikuti aturan yang ada dan berusaha menjadi yang terbaik dengan batasan yang diberikan.”
Jika seorang pembalap mendekati pertengahan balapan MotoGP tanpa memenuhi target lap sesuai regulasi, mereka akan menerima pesan ‘slipstream’ yang artinya mereka perlu mencoba meningkatkan tekanan ban.
“Sekarang istilahnya bukan lagi ‘mapping 8’, melainkan ‘slipstream’. Musim lalu, kami hanya menggunakan ‘mapping 8’ pada satu balapan,” jelas Di Giannantonio. “‘Slipstream’ adalah cara untuk meningkatkan tekanan ban: mengikuti slipstream pembalap lain dan mengerem sekuat mungkin jika tekanan ban yang bermasalah adalah ban depan.”
“Untuk ban belakang, caranya lebih mudah karena pembalap hanya perlu melakukan sedikit spin [pada ban belakang]. Namun, tekanan ban depan adalah masalah utama yang harus diatasi.”
Pada balapan pembuka musim MotoGP di Qatar, seluruh pembalap berhasil memenuhi persyaratan minimum tekanan ban. Selain itu, para tim juga memiliki data tambahan dari tes pramusim untuk membantu mereka menentukan tingkat tekanan ban yang tepat.